Beranda | Artikel
Iman Kepada Rasul-Rasul Allah
Selasa, 28 Februari 2012

Kedua puluh dua:
IMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH[1]

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah beriman kepada Rasul-rasul yang diutus Allah kepada setiap kaumnya. Ar-Rusul (الرُّسُلُ) bentuk jamak dari kata rasul (رَسُوْلٌ), yang berarti orang yang diutus untuk menyampaikan sesuatu. Namun yang dimaksud ‘rasul’ di sini adalah orang yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada ummat.

Rasul yang pertama adalah Nabiyyullah Nuh Alaihissallam, dan yang terakhir adalah Nabiyyullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudian…” [An-Nisaa’: 163]

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam hadits syafa’at menceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Nanti orang-orang akan datang kepada Nabi Adam Alaihissallam untuk meminta syafa’at. Nabi Adam Alaihissallam meminta maaf kepada mereka, seraya berkata: ‘Datangilah Nuh Alaihissallam.’ Lalu mereka mendatangi Nabi Nuh Alaihissallam dan berkata:

‘Wahai Nuh Alaihissallam, engkaulah Rasul pertama yang diutus Allah.” [2]

Allah Jalla Jalaluhu berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi dan adalah Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” [Al-Ahzaab: 40]

Setiap ummat tidak pernah sunyi dari Nabi yang diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membawa syari’at khusus untuk kaumnya atau dengan membawa syari’at sebelumnya yang diperbaharui.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) ‘Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut…”’ [An-Nahl: 36]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا ۚ وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ

“Sesungguhnya kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, dan tidak ada suatu ummat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” [Faathir: 24]

Para Rasul adalah manusia biasa, makhluk Allah yang tidak mempunyai sedikit pun keistimewaan Rububiyyah dan Uluhiyyah serta mereka pun tidak mengetahui perkara yang ghaib. Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin para Rasul dan yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” [Al-A’raaf: 188]

Keyakinan bahwa ada selain Allah Azza wa Jalla yang dapat mengetahui perkara ghaib, maka keyakinannya adalah kufur. [3]

Para Rasul juga memiliki sifat-sifat kemanusiaan, seperti sakit, mati, membutuhkan makan dan minum, dan lain sebagainya. Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi Ibrahim Alaihissallam yang menjelaskan Sifat Rabb-nya:

وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِين ِوَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ

“Dan Rabb-ku, Dia-lah Yang memberi makan dan minum kepadaku dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkanku, dan Yang akan mematikanku kemudian akan menghidupkan aku (kembali).” [Asy-Syu’araa’: 79-81]

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيْتُ فَذَكِّرُوْنِي.

“Aku tidak lain hanyalah manusia seperti kalian. Aku juga lupa seperti kalian, maka jika aku lupa, ingatkanlah.”[4]

Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa para Rasul mempunyai ‘ubudiyyah (penghambaan) yang tertinggi kepada-Nya.

Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi Nuh Alaihissallam:

إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا

“Dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” [Al-Israa’: 3]

Allah Jalla Jalaluhu juga berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

“Mahasuci Allah Yang telah menurunkan al-Furqaan (Al-Qur-an) kepada hamba-Nya, agar ia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” [Al-Furqaan: 1]

Allah juga berfirman tentang Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam:

إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلًا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ

“‘Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan ia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil.” [Az-Zukhruf: 59]

Jadi, seluruh Nabi dan Rasul Alaihimussallam, termasuk Nabi ‘Isa Alaihissallam, adalah manusia biasa, hamba Allah dan bukan tuhan.

Iman kepada para Rasul mengandung empat unsur:

1. Mengimani bahwasanya risalah mereka benar-benar dari Allah Azza wa Jalla. Barangsiapa mengingkari risalah mereka, walaupun hanya seorang (dari mereka), maka menurut pendapat seluruh ulama ia dikatakan kafir.

Allah al-Haq berfirman:

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ

“Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul.” [Asy-Syu-‘araa’: 105][5]

Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa mereka mendustakan semua Rasul, padahal hanya seorang Rasul saja yang ada (yaitu Nuh Alaihissallam) ketika mereka mendustakannya. Oleh karena itu, ummat Nasrani yang mendustakan dan tidak mau mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti mereka juga telah mendustakan dan tidak mengikuti Nabi ‘Isa al-Masih bin Maryam Alaihissallam, karena Nabi ‘Isa Alaihissallam sendiri pernah menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke alam semesta ini sebagai rahmat bagi semesta alam. Kata ‘menyampaikan kabar gembira’ ini mengandung makna bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang Rasul yang diutus Allah Azza wa Jalla, yang akan menyelamatkan mereka dari kesesatan dan memberi petunjuk kepada mereka menuju jalan yang lurus.

2. Mengimani nama-nama Rasul yang sudah kita kenali, yang Allah sebutkan dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih.
Jumlah Nabi dan Rasul banyak sekali. Menurut riwayat bahwa jumlah Nabi ada 124.000 dan jumlah Rasul ada 315 [6]. Adapun yang terkenal ada 25 Rasul.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang para Nabi dan Rasul di dalam Al-Qur-an ada 25, yaitu Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Isma’il, Is-haq, Ya’qub, Yusuf, Syu’aib, Ayyub, Dzulkifli, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakariya, Yahya, ‘Isa dan Muhammad, صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ. Lihat surat Ali ‘Imran: 33; Hud: 50, 61, 84; al-Anbiyaa’: 85; al-An’aam: 83-86 dan al-Fat-h: 29.

Di antara nama para Nabi yang juga disebutkan di dalam As-Sunnah, yaitu Syiit dan Yuusya’ bin Nun. Sedangkan yang di-ikhtilafkan ulama, apakah ia Nabi ataukah hamba yang shalih, adalah Khidhir, Dzul Qarnain dan Luqman, wallaahu a’lam.[7]

Allah memberikan keutamaan sebagian Rasul atas sebagian yang lainnya. Rasul dan Nabi yang paling utama ada lima, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibrahim , Musa, ‘Isa, dan Nuh Alaihimussallam. Kelima Nabi dan Rasul itu disebut Ulul ‘Azmi. Allah menyebut mereka dalam dua tempat, yakni dalam surat al-Ahzaab ayat 7 dan asy-Syuura’ ayat 13.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan ‘Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka per-janjian yang teguh.” [Al-Ahzaab: 7]

Terhadap para Rasul yang tidak kita ketahui nama-nama mereka, maka kita wajib mengimaninya secara global.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu…” [Al-Mu’min: 78]

3. Membenarkan berita-berita mereka yang shahih riwayatnya.
4. Mengamalkan syari’at Rasul yang diutus kepada kita. Dia adalah Nabi terakhir, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diutus Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya.” [An-Nisaa’: 65][8]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat pembahasan ini dalam kitab Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 34-39), ar-Rusul war Risaalaat oleh Dr. ‘Umar bin Sulaiman al-Asyqar, dan beberapa kitab lainnya.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 3340) dan Muslim (no. 194 (327)) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il (I/292, no. 115) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah (hal. 14).
[4]. HR. Al-Bukhari (no. 401), Muslim (no. 572 (89)) dan selainnya. Lafazh hadits ini adalah lafazh al-Bukhari, dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu.
[5]. Lihat juga QS. Asy-Syu’araa’: 123, 141 dan 160.
[6]. HR. Ahmad (V/178, 179, 265) dan al-Hakim (II/262) dari Sahabat Abu Umamah. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban (no. 94) dari Sahabat Abu Dzarr. Tentang jumlah Nabi dan Rasul riwayatnya shahih dari Sahabat Abu Umamah dan Abu Dzarr Radhiyallahu anhuma, hanya saja terdapat sedikit perbedaan tentang jumlah Rasul, pada sebagian riwayat disebutkan 313 dan pada riwayat yang lain 315, wallaahu a’lam. Lihat Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad (I/43-44) dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2668).
[7]. Tentang kisah Khidir, dapat dilihat dalam zhahir surat al-Kahfi ayat 65-82. Khi-dir dan Dzul Qarnain adalah Nabi, sedangkan Luqman adalah seorang hakim. Lihat Fat-hul Baari (VI/382-383) dan ar-Rusul war Risaalah (hal. 17-24) oleh Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar. Cet. III/ Maktabah al-Falaah, 1405 H.
[8]. Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 34-39) dan ar-Rusul war Risaalaat.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3224-iman-kepada-rasul-rasul-allah.html